Indikasi adanya anomali suhu sebagai tanda adanya perubahan iklim mulai tampak. Paling tidak dalam beberapa bulan terahir, banyak keluhan masyarakat tentang panasnya suhu pada siang hari. Juga peningkatan penjualan minuman dingin lewat berbagai aplikasi. Demikian, beberapa hal yang terungkap pada Suara Milenial Untuk Perubahan Iklim di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 26 November 2019.
Hadir sebagai narasumber, Mahawan Karuniasa (Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan UI), Idham Arsyad (Gerbang Tani), Putri Potabuga (Climate Institute), dan hadir beberapa narasumber lain.
Mahawan berpandangan tiap kali moment pemilu deforestasi mengalami kenaikan. Ancaman terhadap lingkungan meningkat. Ini dimungkinkan karena sebab politik berbiaya tinggi, sehingga lingkungan hidup terancam, khususnya hutan. Mahawan juga memberi saran agar semua pemangku kepentingan, pengusaha, akademisi, dan media masa harus sering berkumpul, agar bisa menghasilkan sesuatu. Untuk perubahan sekecil apapun pada pencegahan terjadinya perubahan iklim. “Kita perlu membangun kedaulatan lingkungan, berani untuk menolak donor untuk lingkungan kita. Kalau tidak betul, kita sendiri yang rugi. Jadi kita harus mulai berani menjaga kedaulatan lingkungan kita.” Tutur Mahawan.
Inti dari semuanya, dalam pengendalian perubahan iklim, PBB memberi kewenangan ke tiap negara. Tidak ada paksakan berapa penurunan emisi tiap negara. Namun demikian, beberapa narasumber memberi rekomenjadi agar secara struktur ada pembenahan dalam pengendalian perubahan iklim, lewat kementerian atau Lembaga yang diberi kewenangan yang lebih. Intinya dalam kerja bersama mencegah terjadinya perubahan iklim perlu dorongan pemerintah dari sisi struktural.
Ahmad Munir, IDNsure ikut memberikan masukan pada upaya pencegahan perubahan iklim. Dalam jangka pendek, pemerintah perlu memberi perhatian serius pada isu ini, terutama pada komitmen global yang disuarakan Indonesia. Indonesia perlu menunjukkan keseriusan, mengingat sebagai negara tropis Indonesia termasuk negara yang akan menanggung dampaknya secara nyata, jika kenaikan suhu global benar-benar meningkat drastic. Kedua, dalam jangka panjang Indonesia perlu membuat scenario yang lebih ambisius, terhadap target penurunan emisi karbon. Indonesia sebagai negara berkembang memang mengalami dilema, pada saat bersamaan sedang mengejar pertumbuhan, tapi pada saat bersamaan berkomitmen mengurasi emisi. Jalan tengahnya tentu tetap mengedepankan pembangunan dengan prinsip berkelanjutan. Indonesia dengan kemampuan SDMnya saya kira mampu mengelola lingkungan hidupnya, untuk tetap ada pada rel keberlanjutan. (Red. AMU)